Kimia
organik bisa didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu kimia
yang membahas mengenai struktur, sifat, komposisi, reaksi, dan sintesis senyawa
organik (senyawa yang dibangun terutama oleh karbon dan hidrogen serta
unsur-unsur lain seperti nitrogen, oksigen, fosfor, halogen, dan belerang).
Dalam kimia
organik dikenal bermacam-macam reaksi, salah satu reaksinya adalah reaksi
substitusi. Serupa sebutannya, reaksi ini merupakan reaksi pergantian antara
unsur/gugus pada senyawa/molekul organik dengan unsur/gugus pada
senyawa/molekul yang lain, mirip dengan pergantian pemain utama dan cadangan
dalam sepak bola (misalnya). Unsur/gugus pengganti dalam reaksi substitusi
dikenal sebagai gugus datang sementara unsur/gugus yang tergantikan dikenal
sebagai gugus pergi.
Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom atau gugus atom oleh atom atau
gugus atom lain. Jadi dalam reaksi substutisu suatu atom atau gugus atom yang
terdapat dalam rantai utama akan meninggalkan rantai utama tersebut dan
tempatnya yang kosong akan diganti oleh atom atau gugus atom yang lain.
Berdasarkan pereaksi yang yang dipergunakan, reaksi substitusi dapat dibedakan
menjadi (a) reaksi substitusi radikal bebas; (b) reaksi substitusi nukleofilik;
dan (c) reaksi substitusi elektrofilik.
Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom senyawa hidrokarbon oleh atom
senyawa lain. Reaksi substitusi pada umumnya terjadi pada senyawa jenuh
(alkana). Alkana dapat mengalami reaksi substitusi dengan halogen. Reaksi
substitusi juga dapat diartikan sebagai reaksi dimana berlangsung
penggantian ikatan kovalen pada suatu atom karbon. Reagensia pengganti dan
gugus lepas yang meninggalkan substrat dapat berupa nukleofil atau elektrofil
(atau radikal bebas). Secara umum, reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut:
Reaksi secara umum:
R - H
+ X2 → R – X + H – X
Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik Pada Alkil Halida
Reaksi Substitusi
Nukleofilik Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon
hibrida-sp3 yang mengikat halogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh
nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung
pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan
karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan
elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang
dapat dituliskan:
Pada umumnya terdapat dua mekanisme reaksi
substitusi nukleofilik. Mereka dilambangkan dengan SN2 adan SN1. Bagian SN
menunjukkan substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan
kemudian.
1. Reaksi SN1
Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi substitusi dalam kimia
organik. SN1 adalah singkatan dari substitusi nukleofil dan "1"
memiliki arti bahwa tahap penetapan laju reaksi ini adalah reaksi molekul
tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan umumnya
terjadi pada reaksi alkil halida sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan
asam yang kuat, alkohol sekunder, dan tersier. Dengan alkil halida primer,
reaksi alternatif SN2 terjadi. Dalam kimia organik, SN1 dirujuk sebagai
mekanisme disosiatif. Mekanisme reaksi ini pertama kali diajukan oleh
Christopher Ingold, dkk. pada tahun 1940.
SN1/substitusi nukleofilik unimolekuler mudah dikenali
karena memiliki dua tahapan reaksi. Tahap pertama merupakan tahap “perginya”
(baca, putus/lepas) si gugus pergi dari suatu senyawa/molekul yang nantinya
akan digantikan oleh gugus datang. Gugus yang pergi ini tidak sendiri, ia pergi
dengan membawa pasangan elektron ikatan. Akibatnya senyawa/molekul yang
ditinggalkan mengalami kekurangan elektron. Dengan kata lain senyawa mengalami
ionisasi sehingga bermuatan positif dan memiliki hibridisasi sp3 berbentuk
segitiga planar/datar. Senyawa yang telah bermuatan positif cenderung labil
(mudah bereaksi) ketika berada dalam “mode” ini. Karena itu gugus datang akan
dengan mudah masuk dan membentuk ikatan dengan suatu senyawa. Masuknya gugus
datang dapat terjadi melalui dua arah yang berbeda, karnanya produk hasil
reaksi SN1 akan berupa rasemat/campuran enantiomer/senyawa sama namun letak
gugus datang dalam ruang 3D-nya berbeda.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui
mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi
nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana
nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi
menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion
karbonium, hanya ada a gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu,
karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil
mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan
ini masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit.
Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol
rasemik.
Spesies antaranya (intermediate
species) adalah ion karbonium dengan geometrik planar sehingga air mempunyai
peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang) dengan peluang yang sama
menghasilkan X yang melalui mekanisme SN1-adalah campuran rasemik Reaksi
substrat R akan berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat
jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion
karbonium, 3o > 2o >> 1o.
2. Reaksi SN2
Berbeda dengan SN1, reaksi SN2 (bimolekular) melibatkan dua
gugus sekaligus selama proses substitusi berlansung. Artinya reaksi akan sangat
dipengaruhi oleh kekuatan masing-masing gugus baik gugus datang maupun gugus
pergi. Jika gugus yang datang merupakan pendonor elektron yang lebih baik dari
gugus yang akan pergi, maka reaksi substitusi akan berlansung dengan mudah,
sebaliknya jika gugus pergi cenderung lebih baik dari gugus datang maka reaksi
akan cenderung lambat bahkan tidak berlansung sama sekali.
Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat
terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi
tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan
(inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan
natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari
belakang ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat
pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar
sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama
dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan
hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui
mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau
primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai
kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan
sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder
< tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah:
metil > primer > sekunder >> tersier.
PERMASALAHAN
1. Pada mekanisme SN1 hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat Sedangkan pada SN2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat, Nah bagaimanakah hal ini bisa terjadi,?
2. Mengapa laju reaksi dari reaksi SN1 tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil ? tolong jelaskan.
3. Bagaimana perbandingan mekanisme substitusi SN1dan SN2 dengan
keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut, struktur, dan nukleofil secara
spesifik ?